Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Rabu, 7 Mei 2025. USD terhadap IDR tercatat turun 12 poin atau 0,07 persen, berada di posisi 16.461 per dolar AS. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya di level 16.449 per dolar AS. Pelemahan ini dipengaruhi oleh beberapa sentimen global, terutama dinamika hubungan dagang AS dan China.
Pelemahan rupiah juga disebabkan oleh spekulasi pasar terkait pertemuan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dan Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng. Pertemuan yang dijadwalkan di Swiss pada 9-12 Mei 2025 ini difokuskan pada negosiasi tarif.
Sentimen Negosiasi Dagang AS-China Pengaruhi Penguatan Dolar
Pertemuan antara pejabat AS dan China memicu sentimen positif di pasar global. Namun, alih-alih melemah, dolar AS justru menguat. Pasar berspekulasi bahwa negosiasi ini dapat membuka jalan bagi pemulihan ekonomi AS. Ketegangan dagang sebelumnya telah menghambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Penguatan dolar AS ini turut menekan nilai tukar rupiah. Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menjelaskan hal tersebut. Menurutnya, harapan akan tercapainya kesepakatan tarif mendorong penguatan dolar AS.
Rupiah Tertekan Menjelang Keputusan Kebijakan Moneter The Fed
Selain faktor eksternal dari AS dan China, pasar juga memperhatikan keputusan kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed). Pengumuman tersebut dijadwalkan pada dini hari. Jika negosiasi dagang AS-China mengakibatkan kenaikan tarif, The Fed mungkin akan mempertahankan sikap *hawkish* atau bahkan memperketat kebijakan moneternya.
Ketidakpastian ini membuat rupiah rentan terhadap tekanan. Ariston memperkirakan potensi pelemahan rupiah hingga Rp 16.550 per dolar AS. Level *support* diperkirakan berada di sekitar Rp 16.400. Pasar saat ini masih menunggu arahan kebijakan The Fed dan hasil dialog AS-China.
Analisis dan Outlook Nilai Tukar Rupiah
Beberapa faktor berkontribusi pada pelemahan rupiah hari ini. Pertama, dinamika hubungan dagang antara AS dan China menimbulkan ketidakpastian di pasar. Kedua, antisipasi terhadap keputusan kebijakan moneter The Fed juga menciptakan tekanan pada rupiah.
Meskipun pertemuan antara pejabat AS dan China berpotensi positif, pasar meresponnya dengan penguatan dolar AS. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan dinamika pasar valuta asing yang dipengaruhi oleh berbagai faktor global.
Ke depan, pergerakan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada perkembangan negosiasi dagang AS-China dan keputusan kebijakan moneter The Fed. Keputusan The Fed berpotensi besar untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah.
Jika The Fed mempertahankan kebijakan *hawkish*, rupiah berpotensi melemah lebih lanjut. Sebaliknya, jika The Fed menunjukkan sikap lebih *dovish*, rupiah berpotensi menguat. Selain itu, hasil negosiasi dagang AS-China juga akan menjadi faktor penentu. Kesepakatan yang menguntungkan kedua negara berpotensi menstabilkan pasar dan mengurangi tekanan pada rupiah.
Secara keseluruhan, situasi saat ini menuntut kewaspadaan dan analisis yang cermat terhadap perkembangan global. Para pelaku pasar perlu terus memantau perkembangan terkini untuk mengantisipasi pergerakan nilai tukar rupiah. Ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global masih menjadi tantangan utama yang dapat mempengaruhi kinerja rupiah ke depan. Oleh karena itu, diperlukan strategi manajemen risiko yang baik untuk meminimalkan dampak negatif dari fluktuasi nilai tukar.
