Lee Jae-myung: Akankah Korsel Akhiri Politik Balas Dendam?

Lee Jae-myung: Akankah Korsel Akhiri Politik Balas Dendam?
Sumber: Kompas.com

Presiden Korea Selatan yang baru, Lee Jae-myung, menunjukkan sikap yang kontras dengan janjinya untuk mengakhiri siklus balas dendam politik di negeri ginseng. Meskipun sempat menyatakan tekadnya untuk menghentikan praktik tersebut, Lee justru menyetujui penyelidikan baru terhadap mantan Presiden Yoon Suk Yeol dan istrinya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan berulangnya sejarah kelam politik Korea Selatan.

Fenomena ini telah menjadi tren yang mengkhawatirkan. Sejak tahun 2003, enam presiden Korea Selatan terakhir menghadapi penyelidikan kriminal setelah masa jabatan mereka berakhir atau bahkan saat masih menjabat. Beberapa kasus berujung pada hukuman penjara, bahkan kematian.

Siklus Balas Dendam Politik di Korea Selatan

Sejarah politik Korea Selatan diwarnai dengan siklus balas dendam yang berulang. Roh Moo-hyun, Presiden terpilih tahun 2003, mengakhiri hidupnya setelah menghadapi tuduhan suap. Lee Myung-bak, penerusnya, dijatuhi hukuman 15 tahun penjara atas tuduhan suap dan penggelapan pajak. Park Geun-hye dimakzulkan dan dipenjara karena penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Bahkan Moon Jae-in, yang pernah diharapkan dapat memutus siklus ini, kini juga menghadapi tuduhan korupsi. Yoon Suk Yeol, pendahulu Lee Jae-myung, sedang menghadapi pengusutan atas pengumuman darurat militer.

Lee Jae-myung, yang pernah menjadi korban dari politik balas dendam, sempat berjanji untuk menghentikan siklus tersebut. Namun, janji itu rupanya hanya retorika kampanye. Ia justru menandatangani rancangan undang-undang yang memulai penyelidikan terhadap Yoon Suk Yeol dan istrinya. Sikap ini mengecewakan banyak pihak, termasuk Kim Sang-woo, mantan politisi dari Partai Kongres Politik Baru Korea Selatan.

Kekecewaan dan Kekhawatiran atas Tindakan Lee Jae-myung

Kim Sang-woo mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan Lee Jae-myung. Ia melihat kesempatan bagi Presiden baru untuk membangun rekonsiliasi, namun kesempatan itu disia-siakan. Kekhawatiran terhadap masa depan politik Korea Selatan pun semakin menguat. Ia khawatir Lee akan memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.

Senada dengan Kim Sang-woo, Lim Eun-jung, profesor studi internasional di Universitas Nasional Kongju, juga menyoroti konsentrasi kekuasaan di tangan Lee Jae-myung. Ia mempertanyakan perlunya penyelidikan khusus terhadap istri Yoon Suk Yeol, meskipun mengakui bahwa Yoon mungkin pantas diadili. Hal ini menunjukkan bagaimana siklus balas dendam politik berpotensi mengikis keadilan dan stabilitas pemerintahan.

Jejak Hukum Lee Jae-myung dan Masa Depan Politik Korea Selatan

Ironisnya, Lee Jae-myung sendiri memiliki catatan hukum yang panjang. Sejak tahun 2018, ia menghadapi berbagai tuduhan, termasuk penyebaran informasi palsu dan pelanggaran undang-undang kampanye. Ia juga pernah diperiksa terkait kasus suap dan dituduh menyalurkan dana secara ilegal ke Korea Utara. Meskipun berbagai tuduhan tersebut, ia mampu menunda proses hukum agar tetap bisa maju dalam pemilihan presiden.

Sejumlah kasus yang melibatkan Lee Jae-myung menunjukkan betapa rumitnya situasi politik Korea Selatan. Pengadilan Tinggi Seoul menunda persidangan ulang atas tuduhan pelanggaran hukum pemilu yang dialamatkan kepadanya hingga masa jabatannya berakhir. Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum Korea Selatan pun ikut terdampak oleh siklus politik balas dendam tersebut.

Siklus balas dendam politik di Korea Selatan telah menciptakan iklim politik yang tidak sehat dan penuh ketidakpastian. Tindakan Lee Jae-myung, yang berlawanan dengan janjinya, hanya memperburuk situasi. Ke depan, perlu upaya serius dari seluruh pihak untuk memutus siklus tersebut dan membangun sistem politik yang lebih sehat dan berkelanjutan. Tanpa perubahan mendasar, Korea Selatan akan terus terjebak dalam lingkaran setan politik yang merusak.

Pos terkait