Berbelanja di minimarket atau mal mengharuskan pembayaran tunai atau kartu kredit. Tidak ada pilihan berhutang di tempat-tempat tersebut. Namun, berbeda halnya dengan warung-warung kecil dan pedagang keliling. Praktik berhutang di tempat-tempat ini, meskipun terkesan sederhana, perlu mendapat perhatian.
Seringkali, kebiasaan berhutang di warung tetangga atau pedagang keliling berawal dari hal-hal yang tampak sepele. Namun, jika dibiarkan terus-menerus, hal ini dapat menimbulkan masalah finansial bagi si peminjam maupun pedagang.
1. Siapkan Uang Receh: Antisipasi Ketiadaan Kembalian
Kehabisan uang kembalian adalah salah satu penyebab utama berhutang di warung kecil. Meskipun membawa uang cukup, misalnya Rp100.000 untuk belanja Rp30.000, pedagang mungkin tidak memiliki uang kembalian yang cukup.
Situasi ini memaksa kita untuk berhutang, meski niatnya baik dari pihak pedagang. Untuk mengantisipasi hal ini, selalu siapkan uang receh. Membawa uang yang lebih kecil jumlahnya, misalnya Rp50.000, akan lebih mudah mendapatkan kembalian.
2. Perencanaan Belanja yang Matang
Belanja tanpa rencana meningkatkan risiko boros dan berujung pada kekurangan uang. Misalnya, awalnya hanya berencana membeli sayur, tahu, dan telur, tetapi melihat daging segar, kita tergoda membelinya.
Akibatnya, kekurangan uang dan terpaksa berhutang. Buatlah daftar belanja sebelum pergi berbelanja dan patuhi rencana tersebut. Produk di luar rencana bisa ditunda hingga belanja berikutnya.
3. Hindari Membawa Uang Pas-pasan
Membuat daftar belanja memang baik, tetapi harga barang bisa berubah sewaktu-waktu. Uang yang minggu lalu cukup, belum tentu cukup minggu ini.
Selalu sisakan uang lebih di dompet sebagai cadangan. Jumlahnya tidak perlu besar, cukup untuk mengantisipasi kenaikan harga atau perubahan kebutuhan mendadak yang mengharuskan kita membeli barang dengan ukuran lebih besar.
4. Pedagang Juga Butuh Memutar Modal
Perputaran uang di warung kecil dan pedagang keliling sangat penting. Uang hasil penjualan digunakan sebagai modal berdagang keesokan harinya.
Berhutang kepada mereka berarti menghambat perputaran uang usaha mereka. Bayangkan jika banyak pembeli berhutang, tentu akan menyulitkan pedagang dalam menjalankan usahanya.
5. Jaga Martabat dan Citra Diri
Berhutang di warung kecil dapat menurunkan citra diri. Jika kita mampu membayar sewa rumah atau memiliki kendaraan pribadi, seharusnya kita mampu membayar belanjaan.
Jangan sampai kebiasaan berhutang di warung kecil membuat kita kehilangan wibawa di mata tetangga dan lingkungan sekitar. Bayangkan bagaimana kondisi ekonomi pedagang yang mungkin lebih terbatas dibanding kita.
6. Ketidakpastian Hidup: Bayar Utang Sebelum Terlambat
Jangan anggap remeh utang kecil. Meskipun hanya Rp5.000, kita tidak dapat membayarnya jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan.
Ketidakpastian hidup mengajarkan kita untuk menyelesaikan kewajiban keuangan sesegera mungkin. Utang kecil yang tertunggak bisa menjadi masalah besar jika kita atau si pedagang mengalami hal yang tidak terduga.
Kesimpulannya, berhutang di warung kecil dan pedagang keliling memang terkadang tidak dapat dihindari. Akan tetapi, penting untuk membedakan antara terpaksa berhutang dengan menjadikan kebiasaan berhutang. Sadar akan kondisi keuangan dan perencanaan belanja yang baik merupakan kunci untuk menghindari kebiasaan berhutang yang merugikan diri sendiri dan pedagang.
