Musim kemarau di Indonesia biasanya identik dengan cuaca panas dan langit cerah. Namun, fenomena menarik terjadi di tahun 2025. Banyak wilayah masih sering diguyur hujan, meskipun seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Kondisi ini dikenal sebagai kemarau basah. Apa penyebabnya? Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari? Mari kita bahas lebih lanjut.
BMKG telah menjelaskan bahwa kemarau basah terjadi karena berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak stabil. Situasi ini menyebabkan curah hujan tetap tinggi meskipun secara umum sudah memasuki musim kemarau.
Apa Itu Kemarau Basah?
Kemarau basah adalah kondisi di mana curah hujan masih cukup tinggi meskipun suatu wilayah telah memasuki musim kemarau. Kondisi ini berbeda dari musim kemarau normal yang ditandai cuaca panas, langit cerah, dan minim awan.
Kelembapan udara tetap tinggi pada kondisi kemarau basah, sehingga hujan masih sering terjadi. Berbeda dengan musim kemarau yang kering, kemarau basah masih memiliki tingkat kelembapan yang cukup tinggi.
Secara global, fenomena ini dikenal sebagai *wet drought*. Meskipun hujan turun, ketersediaan air tetap terbatas karena hujannya singkat atau tidak terserap tanah dengan baik.
Sampai Kapan Kemarau Basah 2025 di Indonesia Berlangsung?
Musim kemarau 2025 diprediksi BMKG akan lebih basah dari biasanya. Sekitar 26 persen wilayah Indonesia diperkirakan mengalami curah hujan di atas normal.
Daerah dengan pola hujan monsunal, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, paling terdampak. Pola hujan monsunal biasanya unimodal (satu puncak hujan dan satu puncak kemarau), namun tahun ini terganggu.
Hujan di tengah kemarau diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2025, sebelum memasuki pancaroba (September-November). Musim hujan diprediksi kembali pada Desember 2025 hingga Februari 2026.
Suhu permukaan laut yang lebih hangat dari biasanya berkontribusi pada fenomena ini, meskipun tidak ada gangguan iklim besar seperti El Niño atau IOD.
Dampak Kemarau Basah terhadap Aktivitas Sehari-hari
Kemarau basah berdampak signifikan pada berbagai sektor. Sektor pertanian menjadi yang paling terdampak karena ketidakpastian curah hujan.
Petani kesulitan menentukan waktu tanam dan panen. Risiko gagal panen dan serangan hama meningkat akibat kondisi lembap. BMKG menyarankan penyesuaian jadwal tanam dan pemilihan varietas tahan lembap.
Pengelolaan air dan energi juga terdampak. Curah hujan yang tidak menentu mempersulit perencanaan pengisian waduk untuk PLTA atau irigasi.
Di sektor lingkungan, potensi penurunan kualitas udara dan kebakaran hutan meningkat. Kelembapan tinggi dan suhu panas juga berdampak pada kesehatan, khususnya lansia dan anak-anak.
BMKG mengimbau masyarakat untuk waspada dan adaptif. Penting untuk memantau informasi cuaca secara berkala melalui sumber resmi.
- Jaga kondisi tubuh saat beraktivitas luar ruangan. Gunakan perlindungan seperti topi, payung, atau tabir surya.
- Hindari berteduh di bawah pohon besar atau baliho saat hujan dan petir.
- Waspadai potensi banjir atau tanah longsor, terutama di wilayah dengan curah hujan tinggi.
- Pantau informasi cuaca terkini melalui bmkg.go.id, aplikasi InfoBMKG, atau @infoBMKG.
Pemantauan informasi cuaca sangat krusial untuk perencanaan aktivitas yang aman dan efisien. Pemerintah daerah dan berbagai sektor juga perlu mengambil langkah strategis untuk mitigasi dampak cuaca ekstrem.
Kesimpulannya, kemarau basah di Indonesia tahun 2025 merupakan fenomena kompleks dengan berbagai dampak. Memahami fenomena ini dan mengikuti imbauan BMKG sangat penting untuk mengurangi risiko dan memastikan aktivitas berjalan lancar.
