Partai Golkar memberikan tanggapan resmi terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi hukuman Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor. Sebagai partai tempat Setya Novanto pernah menjabat sebagai Ketua Umum, Golkar berharap hukumannya dapat diringankan. Namun, hal ini ditekankan harus tetap sesuai dengan hukum yang berlaku.
Putusan MA ini menimbulkan beragam reaksi, terutama dari kalangan internal Partai Golkar. Doli Kurnia menegaskan bahwa harapan keringanan hukuman bagi Setya Novanto tidak dimaksudkan untuk melanggar hukum.
MA Ringankan Hukuman Setya Novanto
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto. Hukuman mantan Ketua DPR RI tersebut dipangkas.
MA memotong masa hukuman Setya Novanto menjadi 12 tahun 6 bulan penjara. Sebelumnya, ia divonis lebih berat.
Pidana denda juga diturunkan menjadi Rp 500 juta, atau subsider 6 bulan penjara jika tak dibayar. Putusan ini tertuang dalam laman Informasi Perkara MA, diakses pada Rabu, 2 Juli 2025.
Amar putusan tersebut berdasarkan Pasal 3 junto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Putusan Nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 ini menjadi final dan mengikat.
Reaksi Partai Golkar dan Pertimbangan MA
Partai Golkar, melalui Wakil Ketua Umumnya, Ahmad Doli Kurnia, berharap keputusan MA ini mempertimbangkan berbagai aspek. Doli menekankan pentingnya memperhatikan perilaku baik Setya Novanto selama menjalani masa hukuman.
Doli menilai Setya Novanto telah menunjukkan perilaku yang baik selama menjalani masa hukuman. Ia juga meyakini bahwa proses hukum yang dijalani Setnov telah memenuhi ketentuan dan prosedur yang berlaku.
Pemerintah juga dinilai telah mempertimbangkan berbagai faktor dalam memberikan remisi. Proses remisi dianggap telah melalui kajian yang matang dan saksama.
Sisa Uang Pengganti dan Pencabutan Hak Publik
Selain pengurangan hukuman penjara dan denda, MA juga menetapkan kewajiban uang pengganti bagi Setya Novanto. Uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar Rp 49.052.289.803, atau subsider 2 tahun penjara.
Selain kewajiban finansial, Setya Novanto juga dijatuhi pidana tambahan. Pidana tambahan tersebut berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama 2 tahun 6 bulan.
Pencabutan hak publik ini berlaku sejak Setya Novanto menyelesaikan masa pidananya. Majelis hakim yang memutus perkara ini diketuai oleh Hakim Agung Surya Jaya, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono.
Putusan MA terhadap Setya Novanto ini mengakhiri babak panjang proses hukum kasus korupsi e-KTP. Meskipun Partai Golkar berharap adanya keringanan hukuman, proses hukum telah berjalan sesuai koridornya. Ke depannya, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak untuk selalu menjunjung tinggi hukum dan integritas dalam menjalankan tugas.
