Skandal Telepon Guncang Thailand: 3 Hari, 3 Perdana Menteri

Skandal Telepon Guncang Thailand: 3 Hari, 3 Perdana Menteri
Sumber: Kompas.com

Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, menghadapi masa depan yang tak menentu setelah Mahkamah Konstitusi Thailand menangguhkannya dari jabatannya pada Selasa, 1 Juli 2025. Penangguhan ini dilakukan sementara, menunggu hasil penyelidikan dugaan pelanggaran etik terkait komunikasi teleponnya dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.

Keputusan ini semakin mempertebal ketidakpastian politik di Thailand yang tengah dilanda pergolakan internal dan pergantian cepat dalam susunan kabinet. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas pemerintahan.

Tiga Hari, Tiga Perdana Menteri: Pergolakan Politik Thailand

Sebelum keputusan Mahkamah Konstitusi, Thailand telah mengalami perombakan besar kabinet. Peristiwa ini terjadi setelah partai koalisi utama menarik diri dari pemerintahan.

Awalnya, Menteri Transportasi dan Wakil Perdana Menteri Suriya Jungrungreangkit dari Partai Pheu Thai, diprediksi akan menjadi pelaksana tugas perdana menteri.

Namun, beberapa jam sebelum pengumuman Mahkamah Konstitusi, muncul calon lain. Phumtham Wechayachai, mantan Menteri Pertahanan, dikabarkan akan dilantik sebagai Menteri Dalam Negeri sekaligus tetap menjabat Wakil Perdana Menteri.

Ia diperkirakan akan menjalankan tugas sebagai pelaksana tugas perdana menteri, menjadikannya figur ketiga yang mengisi posisi tersebut dalam tiga hari.

Potensi Paetongtarn Dicopot Secara Permanen

Proses penyelidikan etik oleh Mahkamah Konstitusi belum memiliki tenggat waktu yang jelas. Namun, jika terbukti bersalah, Paetongtarn berpotensi dicopot secara permanen.

Dalam perombakan kabinet, Paetongtarn ditunjuk sebagai Menteri Kebudayaan. Jabatan ini tetap menempatkannya di lingkaran kekuasaan, meskipun posisinya melemah.

Meskipun Pheu Thai masih memegang mayoritas kursi parlemen, kekuatan politik mereka terlihat rapuh. Hal ini membuat kemungkinan pemilu dini rendah, tetapi meningkatkan potensi konflik internal koalisi.

Analis politik Thailand, Thitinan Pongsudhirak, menilai penangguhan ini akan membuat ketidakpastian politik yang berkepanjangan.

Ia menambahkan, Thailand akan memiliki pemerintahan yang kurang terarah, dengan kebijakan yang lamban dan arah yang tidak jelas. Pertikaian internal diprediksi akan menjadi ciri pemerintahan koalisi.

Kontroversi Diplomatik dengan Kamboja: Asal Mula Krisis

Kasus yang menjerat Paetongtarn berawal dari dugaan pelanggaran etik dalam komunikasi diplomatik dengan Kamboja.

Anggota parlemen dari kubu konservatif menuduhnya melanggar standar integritas saat berkomunikasi dengan Hun Sen.

Paetongtarn memanggil Hun Sen dengan sebutan “paman” dan menyebut seorang komandan militer Thailand sebagai “lawan”. Rekaman percakapan tersebut bocor di media Kamboja dan memicu reaksi keras di Thailand.

Mahkamah Konstitusi menyatakan cukup bukti untuk menduga Paetongtarn melanggar etika sebagai menteri.

Menanggapi skorsing tersebut, Paetongtarn menyatakan akan bekerja sama dengan penyelidikan dan menjelaskan niatnya.

Ia menekankan bahwa niatnya selalu untuk berbuat yang terbaik bagi negara.

Situasi politik Thailand yang dinamis ini menunjukkan betapa rapuhnya keseimbangan kekuasaan dan betapa pentingnya peran komunikasi diplomatik yang tepat. Ke depan, perkembangan politik Thailand masih akan terus dipantau, terutama terkait hasil penyelidikan Mahkamah Konstitusi terhadap Paetongtarn Shinawatra dan dampaknya terhadap stabilitas pemerintahan.

Pos terkait