Serangan rudal Israel ke Iran pada 23 Juni 2025 telah memicu ketegangan yang signifikan di Timur Tengah. Serangan yang menargetkan fasilitas strategis Iran ini dibalas oleh serangan balasan dari Iran ke Israel, menciptakan situasi yang sangat berbahaya dan penuh ketidakpastian. Peristiwa ini telah memicu beragam analisis, terutama mengenai motif di balik serangan Israel dan potensi konsekuensinya bagi kawasan.
Situasi ini semakin rumit karena munculnya berbagai spekulasi tentang motif di balik tindakan Israel. Banyak yang mengaitkannya dengan situasi politik domestik yang dihadapi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Serangan Israel: Strategi Pengalihan atau Eskalasi yang Direncanakan?
Serangan Israel yang terfokus dan efektif, menewaskan enam komandan senior Iran dalam waktu 30 menit, diyakini didasarkan pada intelijen Mossad yang akurat. Keberhasilan operasi ini menunjukkan tingkat kemampuan intelijen Israel yang tinggi.
Mossad diketahui telah lama beroperasi di Iran, melakukan serangkaian operasi rahasia, termasuk sabotase terhadap fasilitas nuklir di Natanz, Arak, dan Isfahan sejak tahun 2010. Data intelijen yang dikumpulkan selama bertahun-tahun tampaknya menjadi kunci keberhasilan serangan tersebut.
Motif Politik Domestik Netanyahu
Banyak pengamat, termasuk Faisal Assegaf, menyarankan bahwa serangan ini merupakan upaya Netanyahu untuk mengalihkan perhatian publik dari berbagai masalah domestik yang dihadapinya. Kegagalan operasi militer di Gaza, unjuk rasa besar-besaran yang menuntut pengunduran dirinya, dan kasus korupsi yang menjeratnya, membuat Netanyahu membutuhkan suatu tindakan yang dapat mengalihkan perhatian publik.
Netanyahu membutuhkan kemenangan, dan serangan ke Iran dianggap sebagai cara untuk meraihnya, meskipun dengan resiko yang sangat besar. Dengan menciptakan krisis internasional, Netanyahu berharap untuk membungkam kritik dan memperpanjang masa jabatannya.
Respon Iran dan Eskalasi Konflik
Serangan balasan Iran yang menghantam Tel Aviv dan Haifa, menunjukkan bahwa Iran bukanlah pihak yang akan tinggal diam. Iran, yang telah menghadapi sanksi AS sejak Revolusi Islam 1979, memiliki kemampuan militer yang signifikan dan mekanisme kaderisasi yang kuat.
Kemampuan Iran untuk merespon dengan cepat dan efektif membuktikan bahwa kehilangan beberapa komandan seniornya tidak melumpuhkan kekuatan militer dan kepemimpinan mereka. Serangan balasan ini menunjukkan keseriusan Iran dalam menghadapi agresi dan mempertahankan kedaulatannya.
Peran AS dan Konsekuensi Global
Dua hari setelah serangan Iran, Netanyahu meminta bantuan Amerika Serikat. AS memberikan dukungan kepada Israel, meskipun tanpa persetujuan Kongres. Dukungan ini, meskipun kontroversial, menunjukkan kekuatan aliansi strategis antara kedua negara.
Serangan AS ke Iran, yang digambarkan sebagai “simbolik” oleh Assegaf, menunjukkan batas dukungan AS kepada Israel, namun sekaligus juga menunjukkan komitmen AS pada keamanan sekutunya di Timur Tengah. Peristiwa ini berpotensi untuk meningkatkan ketegangan global dan menarik negara-negara lain ke dalam konflik.
Konflik ini membawa konsekuensi jangka panjang yang signifikan. Pertama, peningkatan ketegangan regional yang berpotensi memicu konflik yang lebih besar. Kedua, dampak negatif pada citra Israel di mata dunia, yang telah tercoreng akibat agresi militer di Gaza. Ketiga, potensi peningkatan sentimen anti-Israel di dunia internasional.
Kesimpulannya, serangan Israel ke Iran adalah peristiwa yang kompleks dengan implikasi yang luas dan masih belum sepenuhnya terungkap. Motif politik domestik Netanyahu, respon Iran yang tegas, dan dukungan AS yang kontroversial, semuanya menciptakan situasi yang sangat berbahaya dan penuh ketidakpastian. Ke depan, diperlukan upaya diplomatik yang intensif untuk meredakan ketegangan dan mencegah terjadinya eskalasi yang lebih besar. Peristiwa ini menyoroti pentingnya dialog dan kerjasama internasional dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.





