Pengacara Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menilai keterangan ahli bahasa yang dihadirkan KPK dalam sidang dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, bersifat asumsi tanpa dasar fakta kuat. Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025), menghadirkan ahli bahasa dari UI, Frans Asisi Datang.
Ronny menekankan pentingnya keterangan ahli yang objektif dan netral, berlandaskan fakta hukum, bukan sekadar ilustrasi atau informasi sepihak dari penyidik. Ia khawatir, keterangan yang bersifat asumsi dapat berujung pada pemidanaan seseorang tanpa dasar kuat. Hal ini dinilai sangat berbahaya bagi sistem peradilan.
Keterangan Ahli Bahasa Dianggap Hanya Asumsi
Ronny memberikan contoh, ahli bahasa mengabaikan keterangan saksi kunci, Nur Hasan, staf DPP PDI-P. Nur Hasan telah secara tegas menyatakan bahwa “bapak” yang dimaksud dalam komunikasinya dengan Harun Masiku bukanlah Hasto Kristiyanto.
Meskipun demikian, ahli bahasa tetap berpegang pada ilustrasi yang diberikan penyidik. Ronny menyebut hal ini sebagai sebuah kesalahan fatal yang dapat berdampak buruk pada proses hukum.
Netralitas Ahli Dipertanyakan
Ronny juga mempertanyakan netralitas ahli bahasa. Ia mencatat bahwa Frans Asisi mengakui keterangannya hanya berdasarkan dokumen penyidik, bukan observasi langsung di persidangan. Ini menimbulkan keraguan terhadap objektivitas keterangan yang disampaikan.
Lebih lanjut, Ronny mengkritik KPK yang menghadirkan penyidik dan penyelidik sebagai saksi fakta, padahal mereka tidak secara langsung terlibat dan menyaksikan peristiwa. Pertanyaannya, bagaimana ahli bahasa bisa menyimpulkan kalimat-kalimat berdasarkan keterangan saksi yang demikian?
Kasus Hasto Diduga Sebagai Pesanan
Keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan KPK, menurut Ronny, semakin memperkuat dugaan bahwa kasus Sekjen PDI-P ini merupakan pesanan pihak tertentu. Ia menilai, proses hukum yang terjadi saat ini menunjukkan arogansi kekuasaan.
Ronny mengajak masyarakat untuk menolak cara-cara penegakan hukum yang demikian. Ia menekankan bahwa siapa pun berpotensi mengalami hal serupa seperti yang dialami Hasto Kristiyanto. Proses hukum harusnya berpedoman pada keadilan dan kebenaran, bukan kepentingan tertentu.
Penggunaan keterangan ahli yang dinilai subjektif dan mengabaikan keterangan saksi kunci menimbulkan keprihatinan. Hal ini menunjukan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. Harapannya, ke depan, keterangan ahli dalam persidangan dapat lebih objektif dan berlandaskan fakta yang teruji. Kejadian ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi sistem peradilan di Indonesia agar lebih teliti dan berpegang teguh pada prinsip keadilan.
