Presiden Indonesia Prabowo Subianto menerima undangan tak terduga dari Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, pada 6 Juni 2025. Undangan tersebut terkait Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 yang akan berlangsung di Kananaskis, Alberta, Kanada pada 15-17 Juni 2025. Indonesia, bukan anggota G7, diundang sebagai tamu kehormatan.
Namun, satu minggu kemudian, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengonfirmasi ketidakhadiran Prabowo. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan, mengingat prestise undangan tersebut. Juru bicara Kemenlu, Ruliansyah Soemirat, menjelaskan bahwa Presiden Prabowo telah memiliki komitmen kunjungan kenegaraan lain.
Alasan Prabowo Memilih Rusia Ketimbang KTT G7
Ternyata, Presiden Prabowo lebih memilih menghadiri acara di Rusia dan Singapura. Hal ini dijelaskan oleh Ruliansyah Soemirat, yang menekankan prioritas pada komitmen yang telah dijadwalkan sebelumnya. Undangan dari Presiden Rusia Vladimir Putin diterima jauh lebih awal, bahkan sejak awal tahun 2025.
Undangan KTT G7, di sisi lain, baru diterima dua minggu sebelum acara. Faktor waktu dan komitmen yang telah ada menjadi pertimbangan utama dalam keputusan ini. Tidak ada agenda lain selain komitmen awal yang menjadi alasan pemilihan Rusia.
Prioritas Kunjungan Bilateral
Kunjungan ke Rusia dipandang sebagai bentuk komitmen terhadap hubungan bilateral yang telah lama terjalin. Kehadiran Prabowo di Rusia bukan indikasi kedekatan Indonesia dengan BRICS Plus. Hal ini ditegaskan oleh Ruliansyah Soemirat.
Presiden Prabowo, menurut Ruliansyah, selalu terbuka untuk kerjasama dengan berbagai negara. Pertemuan bilateral dengan Rusia hanyalah salah satu dari banyak upaya dalam menjalin kerja sama internasional. Ia menekankan tidak ada makna tersembunyi di balik keputusan ini.
Analisis Keputusan Prabowo: Perspektif Kepemimpinan Global
Keputusan Prabowo untuk mengunjungi Rusia bukan tanpa analisis. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai langkah tersebut tepat dan menguntungkan posisi Indonesia di kancah global. Hikmahanto menjabarkan tiga alasan utama.
Pertama, kunjungan ke Rusia dapat memberikan persepsi Indonesia sebagai negara yang serius dalam hubungan dengan BRICS, berbeda dengan kesan berpihak ke negara-negara barat jika memilih KTT G7. Indonesia saat ini tergabung dalam BRICS Plus.
Mendukung Palestina dan Mencari Kesepakatan Bilateral
Kedua, kunjungan ke Rusia memberikan kesempatan lebih besar bagi Indonesia untuk membahas isu Palestina di Gaza. Rusia dan China dipandang sebagai penyeimbang kekuatan AS yang mendukung Israel.
Ketiga, posisi Indonesia sebagai negara berkembang di KTT G7 terbatas. Di Rusia, Indonesia memiliki daya tawar lebih tinggi untuk negosiasi bilateral dan kesepakatan baru. Kunjungan ke Rusia memberikan posisi sebagai tamu utama, bukan sekadar tamu kehormatan di KTT G7.
Kesimpulan: Sebuah Strategi Diplomasi
Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mengunjungi Rusia dan Singapura, alih-alih menghadiri KTT G7, mencerminkan strategi diplomasi yang cermat. Prioritas pada komitmen sebelumnya dan pertimbangan posisi Indonesia di kancah geopolitik internasional menjadi alasan utama. Langkah ini dinilai tepat oleh para ahli, karena membuka peluang yang lebih besar bagi Indonesia dalam menjalin hubungan bilateral dan memperjuangkan kepentingan nasional. Keputusan ini menunjukkan bahwa Indonesia berupaya mempertahankan netralitas dan kemandirian dalam politik luar negeri.
