Orangtua Fasilitasi: Perkawinan Anak Merajalela di Indonesia?

Orangtua Fasilitasi: Perkawinan Anak Merajalela di Indonesia?
Sumber: Kompas.com

Pernikahan anak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, kembali menjadi sorotan setelah viralnya sebuah video pernikahan di media sosial. Fenomena ini, sayangnya, bukanlah hal baru di Indonesia. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini, mengungkapkan keprihatinannya atas tingginya angka pernikahan anak di berbagai wilayah Indonesia. Ia menekankan bahwa kasus Lombok hanyalah puncak gunung es dari masalah yang jauh lebih besar.

Pernikahan Anak: Pelanggaran Hak Anak dan Undang-Undang

Pernikahan anak, bukan sekadar pernikahan dini, merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak. Aturan tersebut secara tegas menyatakan bahwa orangtua wajib memprioritaskan kepentingan terbaik bagi anak, termasuk menjamin tumbuh kembangnya secara optimal.

Diyah Puspitarini menambahkan bahwa fakta orangtua dan keluarga besar kerap memfasilitasi pernikahan anak menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan kesadaran masyarakat. Hal ini menjadi tamparan keras bagi upaya perlindungan anak di Indonesia.

Pernikahan anak juga melanggar hak-hak fundamental anak untuk pendidikan, kesehatan, dan masa depan yang lebih baik. Dengan memaksa anak menikah, orangtua telah merampas kesempatan mereka untuk berkembang dan mencapai potensi maksimal.

Dampak Sosial Ekonomi Pernikahan Anak

Perkawinan anak bukan hanya masalah pribadi, melainkan masalah sosial ekonomi yang berdampak luas. KPAI melihat adanya korelasi kuat antara pernikahan anak dengan peningkatan angka kemiskinan dan kriminalitas.

Kondisi ekonomi yang kurang baik seringkali menjadi faktor pendorong pernikahan anak. Namun, ironisnya, pernikahan dini justru memperburuk kondisi ekonomi keluarga, khususnya bagi perempuan muda yang terpaksa putus sekolah dan mengurusi rumah tangga. Hal ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus.

Selain itu, pernikahan anak juga berpotensi meningkatkan angka kekerasan dalam rumah tangga dan masalah kesehatan reproduksi pada perempuan muda. Mereka belum siap secara fisik dan mental untuk menjalani kehidupan pernikahan dan menjadi orangtua.

Upaya Pencegahan dan Penegakan Hukum

KPAI mendesak pemerintah dan seluruh stakeholder terkait untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap pernikahan anak. Perlu adanya kerjasama lintas kementerian dan lembaga untuk mengatasi akar masalah dan memberikan efek jera bagi pihak yang terlibat.

Peningkatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya pernikahan anak juga sangat penting. Program edukasi harus menyasar orangtua, keluarga, dan masyarakat luas agar mereka memahami hak-hak anak dan konsekuensi hukum dari pernikahan anak.

Lebih jauh, KPAI mendorong penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku yang memfasilitasi pernikahan anak, termasuk orangtua dan tokoh masyarakat. Hal ini penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pernikahan anak di masa depan.

Kasus di Lombok, dengan adanya permohonan maaf dari Kepala Dusun, menunjukkan adanya upaya rekonsiliasi. Namun, hal ini tidak mengurangi urgensi penanganan secara sistemik. Membutuhkan komitmen bersama untuk melindungi anak-anak Indonesia dari praktik pernikahan anak yang merusak masa depan mereka. Perlu sinergi antara pemerintah, tokoh agama, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak.

Pos terkait