KPK Bidik Cak Imin, Hanif, Ida? Peluang Panggil Tersangka Menguat

KPK Bidik Cak Imin, Hanif, Ida? Peluang Panggil Tersangka Menguat
Sumber: Kompas.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus dugaan suap dan gratifikasi dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) periode 2019-2023. Penyelidikan ini membuka kemungkinan pemeriksaan terhadap sejumlah tokoh penting, termasuk mantan Menteri Tenaga Kerja. KPK menyatakan akan memanggil siapa pun yang diduga mengetahui aliran dana terkait kasus ini.

KPK mengungkapkan bahwa penyelidikan tidak hanya terbatas pada periode tertentu. Modus operandi pemerasan diduga telah berlangsung sejak tahun 2012. Hal ini menunjukkan betapa sistemiknya praktik korupsi yang terjadi di Kemenaker.

Peluang Pemeriksaan Mantan Menteri Ketenagakerjaan

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan KPK membuka peluang untuk memanggil Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, mantan Menaker periode 2009-2014, sebagai saksi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengungkap seluruh aliran dana dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini. Saat ini Cak Imin menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat.

Selain Cak Imin, KPK juga berencana memanggil mantan Menaker Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah. Mereka dianggap perlu dimintai keterangan untuk melengkapi penyelidikan kasus pemerasan izin TKA di Kemenaker. KPK berharap dengan pemeriksaan ini, kasus dapat diselesaikan secara tuntas.

Pemeriksaan Staf Khusus Mantan Menaker

Sebelumnya, KPK telah memeriksa dua Staf Khusus (Stafsus) mantan Menaker Ida Fauziyah, yaitu Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui tugas dan fungsi kedua Stafsus tersebut, serta pengetahuan mereka mengenai pemerasan terhadap TKA dan aliran dana yang terkait. Informasi yang diperoleh dari kedua Stafsus diharapkan dapat membuka jalan untuk mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas.

Delapan Tersangka dan Aliran Dana

KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini. Mereka terdiri dari mantan pejabat eselon I dan II di Kemenaker, serta sejumlah staf. Kedelapan tersangka diduga telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.

Rincian penerimaan uang untuk masing-masing tersangka sudah diungkapkan oleh KPK. Sejumlah uang juga terungkap digunakan untuk uang makan staf dan petugas kebersihan di Dirjen Binapenta Kemenaker. Namun, uang tersebut kemudian dikembalikan ke negara.

Modus Operandi dan Jangka Waktu

Modus pemerasan izin RPTKA di Kemenaker terungkap telah berlangsung sejak 2012. Praktik ini dilakukan secara berjenjang, dari tingkat menteri hingga staf. KPK akan menyelidiki apakah para menteri tenaga kerja pada periode tersebut mengetahui adanya modus pemerasan ini. Informasi ini sangat penting untuk pencegahan korupsi di masa mendatang.

Langkah-langkah KPK ke Depan

KPK akan terus mengejar semua pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk mantan Menteri Tenaga Kerja. Pemeriksaan terhadap para eks Menaker diharapkan dapat mengungkap jaringan korupsi secara lengkap dan mengakibatkan penuntasan kasus secara tuntas. Selain itu, KPK juga akan terus melakukan upaya pencegahan korupsi agar kasus sejenis tidak terulang di kemudian hari.

Proses penyelidikan masih berjalan, dan waktu pasti pemeriksaan terhadap para eks Menaker belum diungkapkan secara rinci. Namun, komitmen KPK untuk mengungkap seluruh jaringan korupsi ini sangat diharapkan untuk menegakkan hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyelidikan ini sangat penting untuk memperkuat kepercayaan publik.

Pos terkait