Seorang warga negara Indonesia (WNI), yang disebut berinisial AP, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara oleh pengadilan Myanmar. AP didakwa melanggar Undang-Undang Anti-Terorisme, Undang-Undang Keimigrasian 1947, dan Section 17(2) Unlawful Associations Act. KBRI Yangon telah memberikan pendampingan hukum dan diplomatik sejak penangkapan AP pada 20 Desember 2024.
Keterlibatan AP dengan kelompok bersenjata yang dianggap terlarang oleh pemerintah Myanmar menjadi dasar dakwaan. Meskipun pihak keluarga dan pemerintah Indonesia berupaya mengajukan pengampunan, vonis tujuh tahun penjara tetap berlaku. AP saat ini menjalani hukuman di Penjara Insein, Yangon.
Vonis Tujuh Tahun Penjara untuk WNI di Myanmar
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan KBRI Yangon, telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi AP. Upaya tersebut mencakup pengiriman nota diplomatik, akses kekonsuleran, dan pendampingan hukum.
Kemlu juga memfasilitasi komunikasi antara AP dan keluarganya. Setelah vonis dijatuhkan, upaya non-litigasi seperti permohonan pengampunan dari keluarga juga dilakukan. Kemlu dan KBRI Yangon akan terus memantau kondisi AP selama menjalani hukuman.
Latar Belakang Penahanan dan Peran AP
Anggota Komisi I DPR, Abraham Sridjaja, sebelumnya menyebutkan bahwa WNI yang ditahan adalah seorang pembuat konten media sosial berusia 33 tahun. Dia diduga terlibat dalam pendanaan kelompok pemberontak di Myanmar.
Sridjaja menekankan pentingnya upaya pemerintah untuk memulangkan AP, mengingat AP hanya seorang konten kreator dan tidak memiliki niat untuk mendanai pemberontak. Sridjaja berharap pemerintah dapat melobi pembebasan atau deportasi AP.
Konflik di Myanmar dan Kelompok Bersenjata
Myanmar tengah dilanda perang saudara yang kompleks sejak kudeta militer tahun 2021. Kudeta tersebut memicu perlawanan dari berbagai kelompok etnis dan pasukan pemberontak, melemahkan kekuasaan junta militer.
Perang saudara telah menewaskan puluhan ribu orang. Junta militer, yang hanya menguasai sebagian kecil wilayah, mengandalkan serangan udara untuk melawan kelompok-kelompok oposisi. Ribuan kelompok non-pemerintah, termasuk kelompok pemberontak etnis, terlibat dalam konflik ini.
Kelompok-kelompok Bersenjata di Myanmar
Setidaknya ada 2.600 kelompok non-pemerintah yang terlibat dalam konflik bersenjata di Myanmar, menurut ACLED. Mayoritas kelompok ini dibentuk sebagai penentang kudeta. Beberapa kelompok yang cukup dikenal antara lain Arakan Army, Arakan Liberation Army, dan Chin National Army.
Informasi resmi mengenai kelompok bersenjata yang dikunjungi AP masih belum tersedia. Namun, investigasi BBC menunjukkan bahwa pemerintah militer Myanmar hanya menguasai sekitar 21 persen wilayah negara tersebut.
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memastikan keselamatan dan hak-hak konsuler AP selama masa hukumannya. Kasus ini menyoroti kompleksitas konflik di Myanmar dan tantangan yang dihadapi WNI yang berada di wilayah konflik. Peristiwa ini juga mempertegas pentingnya kewaspadaan dan pemahaman yang komprehensif mengenai situasi keamanan di negara-negara yang sedang mengalami konflik sebelum melakukan perjalanan ke sana. Semoga kasus ini dapat diselesaikan dengan baik dan AP dapat segera kembali ke Indonesia.
