Kekerasan Perempuan-Anak 2025: Aksi Serius Cegah Tragedi Nasional

Kekerasan Perempuan-Anak 2025: Aksi Serius Cegah Tragedi Nasional
Sumber: Liputan6.com

Anggota Komisi VIII DPR RI, Atalia Praratya, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Data tersebut mencatat 13.845 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama periode Januari hingga Juni 2025. Angka ini merupakan alarm yang menyadarkan kita bahwa perjuangan untuk menciptakan lingkungan aman dan setara bagi perempuan masih panjang.

Setiap angka mewakili kisah pilu, trauma, dan pelanggaran HAM yang tak bisa diabaikan. Atalia mengapresiasi kerja KemenPPPA dalam merilis data ini. Namun, ia juga menekankan pentingnya respons komprehensif dan terkoordinasi dari semua pihak.

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak: Angka yang Mencengangkan

Data KemenPPPA menunjukkan 13.845 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama semester pertama 2025. Jumlah ini merupakan indikasi gunung es permasalahan yang lebih besar.

Banyak kasus yang tak terungkap atau dilaporkan karena berbagai faktor. Faktor tersebut meliputi rasa takut, stigma sosial, dan minimnya akses keadilan. Atalia Praratya menyoroti perlunya peningkatan sistem pelaporan dan penjangkauan.

Sistem pelaporan harus mudah diakses, aman, dan responsif. Korban harus merasa aman untuk melapor dan mendapatkan pendampingan yang dibutuhkan. Peningkatan kapasitas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan layanan pengaduan lain juga krusial.

Penguatan Sistem Pelaporan dan Pencegahan Kekerasan

Program edukasi mengenai persetujuan (consent), hak-hak perempuan, dan cara melaporkan kekerasan perlu diintensifkan. Edukasi dan pencegahan harus dimulai sejak dini di lingkungan keluarga, pendidikan, dan masyarakat.

Pendidikan kesetaraan gender dan budaya saling menghormati sangat penting. Kita harus menolak segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. Penegakan hukum yang adil dan konsisten juga diperlukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku.

Sanksi Tegas dan Peran Masyarakat

Pelaku kekerasan harus ditindak tegas sesuai hukum tanpa pandang bulu. Penting untuk meningkatkan pemahaman dan sensitivitas aparat penegak hukum terhadap isu kekerasan berbasis gender.

Tokoh agama, adat, organisasi masyarakat, mahasiswa, dan komunitas memiliki peran penting dalam mendukung korban dan mengubah pola pikir masyarakat. Pemberdayaan ekonomi perempuan juga menjadi kunci untuk meningkatkan kemandirian dan perlindungan mereka dari kekerasan.

KemenPPPA juga melaporkan bahwa kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan tertinggi yang dilaporkan. Rumah tangga menjadi lokasi kejadian kekerasan yang paling sering dilaporkan. Survei menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat tinggi di Indonesia.

Kasus inses juga menjadi masalah serius yang perlu ditangani. Atalia Praratya dan KemenPPPA menekankan pentingnya pendekatan komprehensif untuk mengatasi masalah ini, termasuk pencegahan, perlindungan, dan pemulihan korban. Peran paralegal, seperti pelatihan yang diberikan kepada Muslimat NU, sangat penting untuk menghubungkan korban dengan sistem hukum dan keadilan.

Fraksi Golkar di DPR RI berkomitmen mengawal isu ini melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Mereka akan terus mendorong pemerintah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai, memperkuat regulasi, dan memastikan implementasi kebijakan yang efektif. Harapannya, Indonesia dapat terbebas dari kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *