Israel Menang Perang Bayangan: Ancaman Nuklir Iran Terungkap

Israel Menang Perang Bayangan: Ancaman Nuklir Iran Terungkap
Sumber: Poskota.co.id

Konflik terbaru antara Israel dan Iran telah berakhir, meninggalkan beragam interpretasi mengenai hasil dan implikasinya. Salah satu perspektif disampaikan oleh aktivis pro-Israel, Monique Rijkers, yang menilai Israel berhasil mencapai tujuan militernya dalam konflik tersebut.

Rijkers, dalam wawancara di Indonesia Lawyers Club, menganggap operasi militer Israel efisien dan terarah, berbeda dengan serangan balasan Iran yang dianggapnya tidak terkendali dan mengenai warga sipil.

Efisiensi Militer Israel dalam Operasi Terbatas

Menurut Rijkers, serangan Israel yang berlangsung selama 12 hari memfokuskan pada sasaran militer dan nuklir strategis Iran, termasuk fasilitas Garda Revolusi Iran, kantor intelijen, dan peluncur rudal.

Ia menekankan keberhasilan Israel menguasai sebagian besar wilayah Iran dalam waktu singkat, menunjukkan efisiensi militer modern yang luar biasa. Keberhasilan ini, menurutnya, ditunjukkan dengan kemampuan angkatan udara Israel yang melakukan penerbangan bolak-balik Teheran-Yerusalem tanpa hambatan.

Ancaman Nuklir Iran dan Posisi Internasional

Rijkers menyorot ancaman serius dari program nuklir Iran, mengutip laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Juni 2025 yang menyebutkan Iran memiliki 408 kilogram uranium yang diperkaya hingga 60 persen.

Jumlah ini, menurutnya, cukup untuk membuat beberapa bom atom. Ia mengkritik negara-negara yang mendukung program nuklir Iran, menekankan ancaman senjata nuklir terhadap stabilitas regional, termasuk negara-negara tetangga Iran seperti Gaza, Suriah, Lebanon, Mesir, dan Yordania.

Rijkers menambahkan keprihatinannya terhadap sikap Indonesia yang, menurutnya, terpengaruh narasi dari rezim Iran terkait senjata nuklir, meskipun Indonesia sendiri menentang senjata nuklir.

Perubahan Ideologi, Bukan Pergantian Rezim

Rijkers menegaskan bahwa serangan Israel bukan bertujuan untuk mengganti rezim di Iran.

Perubahan rezim, katanya, merupakan urusan internal rakyat Iran. Namun, ia menyarankan perubahan ideologi yang lebih damai dan tidak anti-Israel.

Ia menilai propaganda anti-Israel Iran sejak Revolusi Islam 1979 telah memicu kebencian global terhadap Israel. Rijkers juga mengkritik gencatan senjata yang terjadi tanpa komitmen konkret dari Iran, mencontohkan perjanjian serupa dengan kelompok Houthi di Yaman yang dianggapnya gagal mengurangi agresi.

Rijkers mengakhiri pernyataannya dengan menekankan kesediaan Israel untuk berdamai dengan siapa pun, termasuk Iran, selama tidak ada ancaman eksistensial. Ia mengingatkan bahwa hubungan Israel-Iran sebelum 1979 relatif damai, bahkan Iran termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan Israel.

Kesimpulannya, pernyataan Rijkers menawarkan perspektif pro-Israel terhadap konflik Iran-Israel, menonjolkan keberhasilan militer Israel, ancaman program nuklir Iran, serta pentingnya perubahan ideologi untuk mencapai perdamaian. Pernyataan ini tentunya perlu diimbangi dengan perspektif lain untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai konflik tersebut.

Pos terkait