Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, baru-baru ini menyatakan optimismenya terhadap ketahanan ekonomi Indonesia di tengah konflik Israel dan Iran. Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi daring yang diselenggarakan INDEF pada Minggu (29/6/2025). Misbakhun menekankan bahwa sejumlah indikator ekonomi menunjukkan kondisi yang masih relatif aman.
Meskipun demikian, ia juga menyoroti pentingnya akurasi data yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mencegah kebijakan yang tidak tepat sasaran. Kehati-hatian tetap diperlukan dalam menghadapi potensi dampak negatif dari konflik tersebut.
Kondisi Ekonomi Indonesia Tetap Stabil
Beberapa indikator ekonomi utama menunjukkan stabilitas yang baik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu bertahan dari gejolak global. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga relatif stabil, menunjukkan kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia.
Harga minyak dunia saat ini masih berada di bawah asumsi Indonesian Crude Price (ICP) dalam APBN 2025, yaitu USD 82 per barel. Kondisi ini dinilai menguntungkan Indonesia dan membantu menjaga stabilitas harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri.
Potensi Keuntungan dan Risiko Kenaikan Harga Minyak
Meskipun kondisi saat ini menguntungkan, Misbakhun mengingatkan potensi risiko kenaikan harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia melampaui USD 100 per barel, bahkan mencapai USD 140 per barel, maka beban subsidi BBM akan meningkat drastis.
Kenaikan harga minyak juga berpotensi menyebabkan peningkatan inflasi. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat langkah-langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut. Di sisi lain, kenaikan harga minyak juga berpotensi meningkatkan pendapatan negara dari ekspor minyak dan komoditas lainnya seperti batu bara dan mineral.
Pendapatan Negara dan Defisit APBN
Data pendapatan negara hingga Mei 2025 menunjukkan angka yang positif. Penerimaan negara mencapai Rp 995,3 triliun, atau 33,1 persen dari target APBN 2025. Besarnya penerimaan tersebut berasal dari pajak (Rp 806,2 triliun) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 188,7 triliun.
Belanja negara hingga Mei 2025 mencapai Rp 1.016,3 triliun. Defisit APBN tercatat sebesar Rp 21 triliun, atau hanya 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang ditargetkan mencapai Rp 24 ribu triliun.
Pentingnya Akurasi Data dan Ketahanan Fiskal
Konflik Israel-Iran menjadi ujian bagi ketahanan fiskal Indonesia. Selama harga minyak dunia tetap terkendali, APBN diyakini masih aman tanpa perlu perubahan signifikan dalam tata kelola pembiayaan.
Misbakhun menekankan pentingnya data yang akurat dan detail untuk mendukung pengambilan keputusan pemerintah. Informasi yang valid dan komprehensif sangat krusial bagi Presiden Prabowo Subianto dalam menentukan kebijakan yang tepat. Hal ini penting untuk memastikan respon yang efektif terhadap dinamika ekonomi global yang terus berubah.
Pemerintah perlu terus memantau perkembangan situasi global dan bersiap menghadapi berbagai skenario. Koordinasi yang kuat antar lembaga pemerintah juga diperlukan untuk memastikan respons yang terkoordinasi dan efektif dalam menghadapi tantangan ekonomi yang mungkin muncul. Keberhasilan dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengambil keputusan yang tepat dan tepat waktu berdasarkan data yang akurat dan komprehensif.
