Dilema Khamenei: Perang Israel-Iran, Dua Pilihan Berat

Dilema Khamenei: Perang Israel-Iran, Dua Pilihan Berat
Sumber: Kompas.com

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menghadapi ujian terberat dalam lebih dari tiga dekade kepemimpinannya. Serangan udara Israel yang berhasil menembus pertahanan Iran telah menghantam keras infrastruktur militer dan program nuklir negara tersebut. Ancaman terhadap keselamatan pribadi Khamenei pun muncul di tengah konflik Israel-Iran yang semakin memanas.

Situasi ini menempatkan Khamenei di persimpangan jalan yang sulit. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, secara terbuka menyatakan bahwa keberadaan Khamenei tak bisa dibiarkan berlanjut. Tekanan internasional semakin meningkat, memaksa sang Ayatollah untuk mengambil keputusan krusial.

Di Antara Balas Dendam dan Diplomasi

Khamenei memiliki dua pilihan sulit. Ia dapat meningkatkan serangan balasan terhadap Israel, namun berisiko menghadapi kerusakan yang lebih besar akibat serangan udara selanjutnya. Pilihan ini berpotensi memperluas konflik dan menimbulkan kerugian yang signifikan bagi Iran.

Alternatifnya, ia dapat memilih jalur diplomasi untuk menjauhkan Amerika Serikat dari konflik. Namun, opsi ini mungkin memerlukan pengorbanan program nuklir Iran, yang selama ini menjadi pilar utama kebijakan nasional. Keputusan ini akan sangat sulit mengingat kepentingan strategis yang terkait.

Dalam pidato video terbarunya, Khamenei menegaskan sikap perlawanan. Ia memperingatkan bahwa intervensi Amerika Serikat akan berakibat fatal. Namun, retorika perlawanan ini belum cukup untuk meredam tekanan yang dihadapinya.

Jejak Kekuasaan Khamenei: Transformasi Iran

Khamenei naik ke tampuk kepemimpinan pada 1989, menggantikan Ayatollah Ruhollah Khomeini. Awalnya, banyak yang meragukan otoritas religiusnya. Namun, ia membuktikan keraguan itu salah.

Khamenei memimpin lebih lama dari pendahulunya dan melakukan transformasi besar dalam struktur kekuasaan Iran. Ia memperkuat dominasi ulama Syiah dan mengangkat Garda Revolusi menjadi kekuatan utama, baik militer maupun ekonomi.

Garda Revolusi membangun jaringan bisnis yang luas, mengendalikan sebagian besar perekonomian Iran. Mereka menjadi pendukung setia dan garda terdepan Khamenei. Pasukan Quds, sayap internasional Garda Revolusi, membentuk “Poros Perlawanan,” sebuah aliansi yang membentang dari Yaman hingga Lebanon.

Tantangan Internal dan Melemahnya Poros Perlawanan

Sepanjang kepemimpinannya, Khamenei menghadapi berbagai tantangan internal. Ia berhasil membendung gelombang reformasi dengan mengerahkan kekuatan ulama dan badan-badan yang tidak terpilih.

Protes besar-besaran yang terjadi pada tahun 2009, 2017, 2019, dan 2022, menunjukkan retakan dalam sistem teokrasi Iran. Ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan, korupsi, dan kesulitan ekonomi terus meningkat.

Namun, tantangan terbesar saat ini datang dari melemahnya Poros Perlawanan. Serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023 memicu serangan balasan besar-besaran yang telah menghantam sekutu-sekutu Iran.

Jatuhnya Bashar Assad di Suriah pada Desember 2024 semakin memperlemah Poros Perlawanan. Kehilangan Suriah sebagai sekutu kunci merupakan pukulan telak bagi pengaruh regional Iran. Struktur Poros Perlawanan kini berada dalam kondisi terlemah dalam sejarahnya.

Khamenei kini dihadapkan pada pilihan yang sulit. Ia harus memutuskan antara mempertahankan sikap keras kepala atau melakukan kompromi yang selama ini dihindarinya. Masa depan Iran, dan mungkin juga masa depan Khamenei sendiri, bergantung pada keputusan yang akan diambilnya. Konflik ini telah mengubah peta politik regional dan menempatkan Ayatollah Khamenei di tengah badai yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *