Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengimbau Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebelum menerapkan kebijakan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB. Hal ini penting untuk menghindari potensi pelanggaran aturan yang telah ditetapkan Kemendikdasmen untuk seluruh sistem pendidikan di Indonesia. Langkah ini dinilai perlu untuk menjaga konsistensi dan mencegah gejolak di lingkungan pendidikan Jawa Barat.
Kebijakan jam masuk sekolah yang ditetapkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi mencakup aturan lebih luas, termasuk pembatasan aktivitas siswa di luar rumah dari pukul 21.00 hingga 04.00 WIB. Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor 51/PA.03/Disdik menjadi landasan kebijakan ini.
Desakan Koordinasi dengan Kemendikdasmen
Lalu Hadrian Irfani menekankan pentingnya komunikasi antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kemendikdasmen. Ia khawatir kebijakan tersebut bertentangan dengan regulasi pendidikan yang sudah ada di tingkat pusat. Kejelasan aturan terkait kewenangan daerah dalam menetapkan kebijakan pendidikan juga dinilai penting untuk menghindari konflik.
Ia berharap Kemendikdasmen memberikan pedoman yang lebih rinci mengenai batasan kewenangan kepala daerah dalam pengambilan keputusan di bidang pendidikan. Dengan begitu, diharapkan tercipta harmonisasi antara kebijakan daerah dan aturan nasional.
Peraturan Pendidikan yang Berlaku
Terdapat beberapa aturan di tingkat pusat yang mengatur perihal pendidikan di Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 era Mendikbud Muhadjir Effendy, serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Pendidikan Karakter, masih berlaku hingga saat ini.
Namun, aturan-aturan tersebut lebih berfokus pada durasi total jam belajar, bukan pada jam dimulainya kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi terkait jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB perlu dikaji lebih lanjut dalam konteks peraturan yang berlaku.
Kontroversi Kebijakan Pembatasan PR
Selain jam masuk sekolah, kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi juga menimbulkan kontroversi terkait penghapusan pekerjaan rumah (PR). Lalu Hadrian Irfani menyatakan bahwa kewenangan pemberian PR merupakan wewenang guru, bukan kepala daerah.
Guru, menurutnya, lebih memahami karakteristik dan kebutuhan siswa masing-masing. Pemberian PR sebagai bagian dari strategi pembelajaran seharusnya didasarkan pada penilaian guru, bukan diputuskan secara sepihak oleh kepala daerah. Ia menekankan bahwa kondisi belajar siswa berbeda-beda, dan PR bisa menjadi metode efektif bagi sebagian siswa untuk memahami materi pelajaran.
Ia menambahkan bahwa pendidikan bersifat kontekstual, sehingga pendekatan pembelajaran perlu disesuaikan dengan karakteristik siswa. Oleh karena itu, kewenangan menentukan metode pembelajaran yang tepat, termasuk pemberian PR, seharusnya tetap berada di tangan guru.
Kesimpulannya, perdebatan seputar kebijakan jam masuk sekolah dan penghapusan PR di Jawa Barat menyoroti pentingnya koordinasi dan kejelasan regulasi dalam sistem pendidikan Indonesia. Peran Kemendikdasmen sebagai pemberi pedoman dan arahan kepada pemerintah daerah menjadi krusial untuk menciptakan sistem pendidikan yang harmonis dan efektif. Hal ini demi tercapainya tujuan pendidikan nasional dan kesejahteraan siswa.





