Cidahu: Persatuan Indonesia, Kekayaan dalam Perbedaan, Bangkit Bersama

Cidahu: Persatuan Indonesia, Kekayaan dalam Perbedaan, Bangkit Bersama
Sumber: Liputan6.com

Aksi intoleransi kembali terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Sebuah kegiatan ibadah jemaat Kristen di Cidahu diduga dibubarkan paksa oleh massa pada Kamis, 27 Juni 2025. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk Generasi Muda Pembaharu Indonesia (Gempar Indonesia).

Gempar Indonesia menekankan bahwa perbedaan keyakinan bukan ancaman, melainkan kekayaan bangsa. Mereka berkomitmen untuk memastikan semua warga negara aman menjalankan ibadah.

Negara Harus Hadir di Tengah Intoleransi

Sekretaris Jenderal Gempar Indonesia, Petrus Sihombing, menyatakan bahwa perbedaan merupakan kekayaan bangsa. Semua warga berhak merasa aman dan bebas menjalankan keyakinan.

Gempar Indonesia telah menemui korban dan menawarkan pendampingan hukum. Pemulihan korban dan penegakan hukum harus berjalan beriringan untuk menjaga keutuhan sosial.

Ketua Umum DPP Gempar Indonesia, Yohanes Sirait, mengingatkan pentingnya negara untuk tidak tunduk pada tekanan intoleransi. Konstitusi menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara.

Selain pendampingan hukum, Gempar Indonesia juga menyediakan pendampingan psikologis dan spiritual bagi remaja yang trauma. Pemulihan trauma penting agar tidak mengganggu masa depan mereka.

Aksi Protes dan Klarifikasi Pihak Rumah Singgah

Ketua RT 04 Kampung Tangkil, Hendra, membenarkan adanya aksi protes warga. Warga resah karena rumah tersebut beberapa kali digunakan untuk kegiatan keagamaan.

Hendra menjelaskan pernah terjadi misa dihadiri puluhan orang dengan banyak kendaraan. Warga telah menegur dan menolak penggunaan rumah tersebut untuk kegiatan ibadah.

Kepala Desa Tangkil, Ijang Sehabudin, menyatakan pemerintah desa telah berupaya mediasi. Rumah tersebut secara legal hanya berizin sebagai rumah tinggal, bukan tempat ibadah.

Masyarakat bertindak sendiri karena merasa tidak dihargai. Penggunaan rumah untuk ibadah tanpa izin memicu reaksi dari warga sekitar.

Yongki Dien (56), penjaga rumah singgah, membantah tuduhan penggunaan fasilitas untuk ibadah rutin. Ia menjelaskan kronologi kejadian pada Jumat, 27 Juni 2025.

Yongki berada di belakang rumah saat insiden sekitar pukul 13.30 WIB. Ia tidak mengenal orang-orang yang masuk dan merusak rumah tersebut.

Yongki diamankan keluar lokasi sekitar 15 menit dan dikawal oleh RT dan warga. Ia menegaskan bahwa rumah tersebut tetap berfungsi sebagai tempat tinggal.

Yongki membantah adanya kegiatan keagamaan rutin. Kegiatan yang dilakukan umumnya acara keluarga besar pemilik rumah.

Kegiatan yang berlangsung Jumat pagi adalah retret anak-anak usia 10-14 tahun. Kegiatan ini bersifat pembinaan mental dan diisi dengan permainan.

Yongki telah berkoordinasi dan melaporkan setiap kegiatan kepada RT setempat. Ia berharap kejadian ini tidak terulang kembali.

Mencari Solusi dan Memperkuat Toleransi

Kejadian di Sukabumi ini menyoroti pentingnya dialog dan pemahaman antarumat beragama. Peran pemerintah daerah dalam menjembatani perbedaan sangat krusial.

Penegakan hukum yang adil dan transparan dibutuhkan untuk memberikan rasa keadilan bagi korban. Proses hukum harus berjalan dengan memastikan tidak ada pihak yang diistimewakan.

Selain itu, pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai toleransi perlu ditingkatkan. Membangun kesadaran bersama untuk saling menghormati perbedaan keyakinan sangat penting.

Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya peran semua pihak dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Kebebasan beribadah merupakan hak konstitusional yang harus dijamin.

Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Kerukunan antarumat beragama harus terus dijaga dan diperkuat untuk menciptakan Indonesia yang damai dan harmonis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *