Jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani, Indonesia, telah tiba di tanah air pada Selasa, 1 Juli 2025. Kedatangannya disambut oleh keluarga yang telah lama menantikan kepulangannya. Namun, kepulangan ini bukan untuk pemakaman langsung.
Keluarga Juliana memiliki sejumlah pertanyaan terkait kematian putri mereka di Indonesia. Oleh karena itu, autopsi ulang akan dilakukan pada Rabu, 2 Juli 2025 pagi. Proses ini mendapat dukungan penuh dari otoritas Brasil.
Autopsi Ulang di Brasil: Permintaan Keluarga dan Proses Hukum
Autopsi ulang ini merupakan permintaan resmi dari keluarga Juliana Marins. Permintaan tersebut telah diformalkan di Pengadilan Federal Brasil pada Senin, 30 Juni 2025.
Pengadilan Federal ke-7 Niteroi mengesahkan prosedur autopsi ulang tersebut pada Selasa sore. Proses autopsi akan diawasi oleh perwakilan keluarga, ahli dari Kepolisian Federal, dan sesuai perjanjian antara Kantor Jaksa Agung, Kantor Pengacara Publik, dan pemerintah negara bagian.
Prosedur autopsi ulang ini bertujuan untuk memastikan kejelasan sejumlah hal.
Hal-hal tersebut meliputi penetapan tanggal dan waktu kematian Juliana Marins.
Selain itu, autopsi ini juga akan menyelidiki potensi adanya kelalaian dalam proses evakuasi yang dilakukan di Indonesia.
Ketidakpuasan Keluarga atas Hasil Autopsi Pertama
Hasil autopsi yang dilakukan di Indonesia menunjukkan Juliana Marins meninggal akibat luka dalam dan fraktur di beberapa bagian tubuh. Tidak ditemukan tanda-tanda hipotermia.
Kesimpulan autopsi pertama menyatakan Juliana hanya bertahan hidup kurang dari 20 menit setelah mengalami trauma. Namun, informasi ini tidak memuaskan keluarga.
Keluarga merasa hasil autopsi di Indonesia kurang konklusif.
Mereka juga kecewa karena hasil autopsi diumumkan ke publik sebelum disampaikan secara langsung kepada keluarga.
Oleh karena itu, permintaan autopsi ulang menjadi jalan bagi keluarga untuk mendapatkan kejelasan yang lebih baik.
Saudari Juliana, Mariana Marins, mengakui bahwa keluarga sebenarnya ingin segera memakamkan jenazah.
Namun, kecurigaan atas potensi kelalaian dalam proses evakuasi mendorong keluarga untuk melakukan autopsi ulang.
Dukungan Pemerintah Brasil dan Harapan Keluarga
Surat keterangan kematian yang dikeluarkan Kedutaan Besar Brasil di Jakarta, berdasarkan autopsi di Indonesia, dinilai tidak memberikan informasi yang cukup detail.
Menurut pengacara publik Taisa Bittencourt, autopsi ulang di Brasil sangat penting untuk memperjelas fakta. Hal ini didukung oleh Kantor Jaksa Agung dan Kantor Pengacara Publik Brasil.
Mariana Marins berharap autopsi ulang ini bisa memberikan jawaban atas keraguan keluarga.
Mereka ingin memahami secara pasti apa yang sebenarnya terjadi pada Juliana di Gunung Rinjani.
Kesimpulannya, autopsi ulang jenazah Juliana Marins di Brasil merupakan langkah penting bagi keluarga untuk mendapatkan kepastian dan keadilan atas kematian tragis yang dialami putri mereka. Proses ini juga menunjukan pentingnya transparansi dan keakuratan dalam proses investigasi kematian di luar negeri. Harapan keluarga untuk menemukan kebenaran dan mendapatkan penutupan atas kejadian ini sangatlah besar.
