Teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin canggih, mampu meniru suara penyanyi dan aktor dengan sangat akurat. Kemajuan ini, meski mengagumkan, menimbulkan kekhawatiran serius di industri musik dan perfilman.
Salah satu dampak negatifnya adalah munculnya perdebatan sengit mengenai hak cipta atas vokal yang dikloning oleh AI. Ancaman terhadap penghidupan para seniman juga menjadi perhatian utama.
Kekhawatiran Hak Cipta dan Penghasilan Seniman
Platform musik digital mulai merespon dengan menerapkan batasan terhadap kloning suara. Contohnya, lagu-lagu yang menggunakan suara Drake dan The Weeknd yang dikloning secara AI, sempat viral sebelum akhirnya dihapus oleh Spotify, Deezer, dan Apple Music.
Ketiadaan regulasi yang jelas mengenai penggunaan AI dalam industri kreatif menjadi kendala. Rumitnya menentukan pembagian keuntungan ketika AI terlibat dalam proses kreatif juga menjadi tantangan tersendiri.
Celine Dion dan Protes terhadap Kloning Suara
Penyanyi terkenal Celine Dion baru-baru ini secara terbuka mengecam penggunaan AI untuk membuat lagu palsu yang meniru suaranya. Ia memperingatkan penggemar melalui media sosial akan keberadaan lagu-lagu tersebut.
Melalui akun Instagramnya, Celine Dion menyatakan bahwa lagu-lagu AI yang beredar secara online tersebut tidak sah dan tidak mendapatkan persetujuannya. Lagu-lagu tersebut bukanlah bagian dari diskografi resminya.
Respon Industri Musik Terhadap Kloning Suara
Peringatan Celine Dion ini bukanlah yang pertama. Sejumlah musisi ternama lainnya, termasuk Stevie Wonder, Miranda Lambert, Billie Eilish, dan banyak lagi, telah sebelumnya menyatakan keprihatinan mereka.
Lebih dari 200 seniman menandatangani surat terbuka yang meminta perusahaan teknologi AI, pengembang, platform, dan layanan musik digital untuk menghentikan praktik penggunaan AI yang melanggar hak cipta seniman.
Dampak Kloning Suara Melebihi Industri Musik
Dampak negatif dari teknologi kloning suara oleh AI tidak hanya terbatas pada industri musik. Aktris terkenal Scarlett Johansson juga turut mengkritik penyalahgunaan AI setelah video deepfake dirinya dan selebritas lain beredar luas di media sosial.
Kasus-kasus ini memperlihatkan urgensi regulasi dan perlindungan yang lebih kuat bagi seniman terhadap penyalahgunaan teknologi AI untuk kepentingan komersial yang tidak beretika.
Kemajuan teknologi AI memang pesat, tetapi hal ini harus diimbangi dengan kesadaran dan regulasi yang bijak untuk melindungi hak-hak para seniman dan menjaga keberlangsungan industri kreatif. Perdebatan mengenai hak cipta dan penggunaan AI ini akan terus berlanjut seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Tantangan di masa depan adalah menemukan titik keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak cipta para kreator.
