Tragedi Gaza: Antrean Tepung Berujung Tembakan Tentara Israel

Tragedi Gaza: Antrean Tepung Berujung Tembakan Tentara Israel
Sumber: Kompas.com

Tragedi kemanusiaan tengah terjadi di Gaza. Kelangkaan pangan akut melanda penduduk, di tengah blokade Israel yang telah berlangsung hampir tiga bulan. Akibatnya, warga Gaza berdesakan memperebutkan bantuan makanan, seringkali berujung pada kekerasan dan kematian.

Kisah Mahmoud Qassem, seorang ayah yang kehilangan putranya Khader (19 tahun), menggambarkan penderitaan ini dengan sangat nyata. Khader tewas tertembak saat berupaya mendapatkan bantuan makanan dari Gaza Humanitarian Foundation (GHF).

Kematian di Tengah Perebutan Bantuan

Khader adalah salah satu dari ratusan warga Gaza yang menjadi korban dalam situasi mengenaskan ini. Ia tertembak saat menuju pusat distribusi makanan GHF di Gaza tengah.

Mahmoud, ayahnya, menggambarkan keputusasaan yang melanda keluarganya. Khader merasa bertanggung jawab untuk menghidupi keluarga, mendorongnya untuk mengambil risiko mencari bantuan.

Kehilangan Khader menyoroti realitas pahit di Gaza: warga rela mempertaruhkan nyawa demi sesuap makanan. Keputusasaan ini diperparah oleh blokade yang membatasi akses terhadap kebutuhan pokok.

Blokade Gaza dan Krisis Kemanusiaan

Blokade Israel, yang dimulai Oktober 2023, telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah. Sekitar 2,3 juta penduduk Gaza hampir sepenuhnya bergantung pada pasokan bantuan yang masuk melalui perlintasan dengan Israel.

Lebih dari 57.000 orang, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, telah tewas dalam serangan Israel menurut Kementerian Kesehatan Palestina. 93 persen populasi yang tersisa mengalami kerawanan pangan akut.

Meskipun PBB telah mengirimkan bantuan dan tiga pusat distribusi baru dibuka, kelangkaan makanan dan kebutuhan dasar lainnya masih terjadi. Israel berdalih blokade dilakukan karena Hamas mencuri bantuan, klaim yang dibantah oleh PBB dan berbagai lembaga kemanusiaan.

Tuduhan Penembakan Warga Sipil dan Tanggapan Pihak Berwenang

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 500 orang tewas dalam beberapa pekan terakhir akibat serangan Israel, banyak di antaranya saat menunggu di lokasi distribusi bantuan.

Israel membantah klaim ini, menuduh Hamas menembaki warga sipil sendiri. Namun, laporan dari surat kabar Israel *Haaretz* menyebutkan tentara Israel diberi izin untuk menembaki warga sipil di dekat pusat distribusi.

Laporan *Haaretz* ini menyebutkan kesaksian seorang tentara yang mengaku menembak warga tak bersenjata yang tidak menunjukkan ancaman. Militer Israel menyatakan sedang menyelidiki potensi pelanggaran hukum internasional.

GHF, yang menjalankan pusat distribusi, membantah adanya insiden kekerasan di lokasi mereka. Namun, sekitar 130 organisasi kemanusiaan mendesak GHF untuk menghentikan operasinya karena dinilai memaksa warga kelaparan memasuki zona militer yang berbahaya.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak tuduhan tersebut, sementara IDF mengumumkan penyesuaian langkah keamanan di pusat distribusi bantuan untuk mengurangi gesekan dengan warga sipil.

Meskipun IDF dan GHF menyatakan telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan, kenyataannya warga Gaza masih berisiko tertembak saat mencari bantuan kebutuhan pokok. Situasi ini menunjukkan urgensi solusi berkelanjutan untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza.

Kisah-kisah seperti Mahmoud dan Saeed Abu Libda, yang terluka saat memperebutkan bantuan, menunjukkan betapa desperatnya situasi di Gaza. Perlu upaya internasional yang komprehensif untuk mengakhiri blokade dan memastikan akses warga Gaza terhadap bantuan kemanusiaan tanpa harus mempertaruhkan nyawa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *