Sahroni NasDem Kecam Putusan Pemilu: Aneh, Cederai Hukum?

Sahroni NasDem Kecam Putusan Pemilu: Aneh, Cederai Hukum?
Sumber: Liputan6.com

Partai NasDem secara tegas menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak. Mereka menilai putusan tersebut sebagai tindakan yang merugikan kedaulatan rakyat.

Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad Sahroni, menyatakan kekecewaan partainya atas putusan tersebut. Ia menganggap putusan MK terlalu sering mengubah aturan pemilu tanpa pertimbangan matang, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Penolakan NasDem: Putusan MK Dinilai Aneh dan Merugikan

Sahroni menekankan bahwa putusan MK dinilai aneh dan tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap sistem kepastian hukum. Hal ini, menurutnya, mencederai asas kepastian hukum yang seharusnya dijaga oleh MK.

Ia memberikan contoh, bagaimana masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD yang berakhir di tengah jalan akan ditangani. Apakah masa jabatan mereka akan diperpanjang?

Jika diperpanjang, Sahroni khawatir hal tersebut akan merusak demokrasi. Rakyat memilih mereka untuk masa jabatan lima tahun, bukan lebih dari itu. Ini merupakan contoh nyata dampak negatif dari putusan MK.

Putusan MK Dipandang Cacat Konstitusional dan Membingungkan

Sahroni menambahkan bahwa putusan MK tidak hanya cacat secara konstitusional, tetapi juga membingungkan publik dan menambah beban pada sistem pemilu yang sudah kompleks.

Perubahan aturan pemilu yang terus-menerus akan menimbulkan kebingungan, tidak hanya bagi partai politik, tetapi juga masyarakat luas. Ketidakpastian ini jelas merugikan proses demokrasi.

Ia mempertanyakan konsistensi MK dalam pengambilan keputusan. Putusan yang awalnya mendukung pemilu serentak kini diubah, dan potensi perubahan lagi di masa mendatang sangat mungkin terjadi.

NasDem: MK Lakukan Pencurian Kedaulatan Rakyat

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat, menyatakan bahwa dengan keputusan ini, MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat.

Lestari menegaskan bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mengubah norma dalam UUD 1945. Putusan MK yang memisahkan pemilu dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Ia menjelaskan bahwa putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD yang melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional. Hal ini bertentangan dengan Pasal 22B UUD 1945.

Lestari memperingatkan potensi krisis konstitusional bahkan deadlock konstitusional akibat putusan tersebut. Pelaksanaan putusan MK justru dapat menimbulkan pelanggaran konstitusi lainnya.

Pasal 22E UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa pemilu serentak dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Putusan MK yang memperbolehkan pemilu nasional dan daerah terpisah dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan bertentangan dengan hal tersebut.

Jika periode DPRD lima tahun tidak diikuti pemilu, maka akan terjadi pelanggaran konstitusional. Ini adalah poin penting yang perlu mendapat perhatian serius.

Penolakan Partai NasDem terhadap putusan MK ini menunjukkan adanya kekhawatiran serius terhadap dampak putusan tersebut terhadap stabilitas politik dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Perdebatan mengenai hal ini tentu akan terus berlanjut, mengingat betapa krusialnya sistem pemilu bagi masa depan bangsa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *