Eks Dirjen KA Dituntut 9 Tahun: Korupsi Proyek Kereta Api Terungkap

Eks Dirjen KA Dituntut 9 Tahun: Korupsi Proyek Kereta Api Terungkap
Sumber: Liputan6.com

Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) periode 2016-2017, Prasetyo Boeditjahjono, menghadapi tuntutan hukuman berat atas keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa. Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntutnya dengan pidana penjara selama 9 tahun. Kasus ini mengungkap dugaan penyelewengan dana yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin, 30 Juni 2025. Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut Prasetyo membayar denda dan uang pengganti yang nilainya signifikan.

Tuntutan Pidana terhadap Prasetyo Boeditjahjono

Jaksa penuntut umum, Lina Mahani Harahap, menyatakan Prasetyo terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Ia dituntut hukuman penjara selama 9 tahun dikurangi masa tahanan sementara, dengan perintah tetap ditahan.

Selain hukuman penjara, Prasetyo juga dituntut membayar denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan jika denda tidak dibayar. Tuntutan tambahan juga meliputi pembayaran uang pengganti sebesar Rp2,6 miliar, dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun 6 bulan jika uang pengganti tidak dibayarkan.

Jaksa meyakini Prasetyo melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ini sesuai dengan dakwaan primer JPU.

Kronologi dan Kerugian Negara

Dalam dakwaan, Prasetyo didakwa menerima uang suap sejumlah Rp2,6 miliar dari berbagai sumber. Uang tersebut diterima melalui berbagai perantara, termasuk sopir dan ajudan.

Penerima manfaat PT Wahana Tunggal Jaya, Andreas Kertopati Handoko, diduga menjadi salah satu pihak yang terlibat dalam memberikan suap. Begitu pula dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) Wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan.

Akibat perbuatannya bersama terdakwa lain, Prasetyo diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,16 triliun. Besarnya kerugian ini menunjukkan skala besar korupsi yang terjadi dalam proyek tersebut.

Hal-Hal yang Memberatkan dan Meringankan

JPU mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Prasetyo. Salah satu hal yang memberatkan adalah Prasetyo tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Hal memberatkan lainnya adalah Prasetyo menikmati hasil kejahatan dan tidak mengakui perbuatannya. Sebaliknya, hal yang meringankan adalah Prasetyo belum pernah dihukum sebelumnya.

Putusan hakim atas kasus ini tentunya akan sangat dinantikan. Publik berharap pengadilan dapat memberikan keputusan yang adil dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, sekaligus mengembalikan kerugian negara.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek pemerintah, khususnya proyek infrastruktur berskala besar seperti pembangunan jalur kereta api. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah terjadinya korupsi dan memastikan penggunaan anggaran negara secara efektif dan efisien.

Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan, serta menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk menghindari praktik korupsi dan menjaga integritas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *