Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menyita uang sebesar Rp 11,8 triliun dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Ini merupakan sitaan terbesar dalam sejarah Kejagung.
Uang tersebut, yang sebagian besar terdiri dari pecahan Rp 100.000, ditampilkan dalam tumpukan besar di Gedung Bundar Kejagung. Jumlahnya sangat fantastis, mencapai puluhan meter.
Sitaan Rp 11,8 Triliun: Kerugian Negara Multifaceted
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ahli dari UGM, kerugian negara dalam kasus ini terbagi tiga.
Kerugian tersebut meliputi kerugian keuangan negara, _illegal gain_, dan kerugian perekonomian negara.
Total kerugian negara mencapai Rp 11.880.351.802.619.
Lima Perusahaan Wilmar Group Terlibat
Uang Rp 11,8 triliun disita dari lima terdakwa korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group.
Kelima perusahaan tersebut adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Rincian sitaan dari masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut:
- PT Multimas Nabati Asahan: Rp 3.997.042.917.832,42
- PT Multi Nabati Sulawesi: Rp 39.756.429.964,94
- PT Sinar Alam Permai: Rp 483.961.045.417,33
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp 57.303.038.077,64
- PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp 7.302.288.371.326,78
Meskipun hakim sebelumnya membebaskan terdakwa korporasi, Kejagung mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
Sitaan Terbesar Sepanjang Sejarah dan Harapan Pemulihan Kerugian
Kejagung menyebut penyitaan ini sebagai yang terbesar dalam sejarah penindakan korupsi di Indonesia.
Hanya sebagian kecil dari total uang sitaan, sekitar Rp 2 triliun, yang dipamerkan kepada publik.
Kejagung berharap dua perusahaan lain yang juga menjadi terdakwa, yaitu Permata Hijau Group dan Musim Mas Group, akan segera mengembalikan kerugian negara.
Wilmar Group telah mengembalikan seluruh kerugian negara yang ditanggungnya, yaitu sebesar Rp 11,8 triliun.
Sementara itu, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group masih dalam proses pengembalian kerugian negara, masing-masing sebesar Rp 937,6 miliar dan Rp 4,89 triliun.
Kasus ini menjadi bukti komitmen Kejagung dalam memberantas korupsi dan mengembalikan kerugian negara. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar selalu menaati hukum dan peraturan yang berlaku.





